1. Pengertian Teknologi
Kata teknologi berasal dari bahasa
Yunani, technologia, techne yang berarti ‘keahlian’ dan logia yang
berarti ‘pengetahuan’. Dalam pengertian yang sempit, teknologi mengacu pada
objek benda yang dipergunakan untuk kemudahan aktivitas manusia, seperti mesin,
perkakas, atau perangkat keras.
Dalam pengertian yang lebih luas,
teknologi dapat meliputi pengertian sistem, organisasi, juga teknik. Akan
tetapi, seiring dengan perkembangan dan kemajuan zaman, pengertian teknologi
menjadi semakin meluas, sehingga saat ini teknologi merupakan sebuah konsep
yang berkaitan dengan jenis penggunaan dan pengetahuan tentang alat dan
keahlian, dan bagaimana ia dapat memberi pengaruh pada kemampuan manusia untuk
mengendalikan dan mengubah sesuatu yang ada di sekitarnya.
Jadi teknologi adalah semacam
perpanjangan tangan manusia untuk dapat memanfaatkan alam dan sesuatu yang ada
di sekelilingnya secara lebih maksimal. Dengan demikian, secara sederhana
teknologi bertujuan untuk mempermudah pemenuhan kebutuhan manusia,Teknologi atau
pertukangan memiliki lebih dari satu definisi. Salah satunya adalah
pengembangan dan aplikasi dari alat, mesin , material dan
proses yang menolong manusia menyelesaikan masalahnya. Sebagai
aktivitas manusia, teknologi mulai sebelum sains dan tekhnik. Kata
teknologi sering menggambarkan penemuan dan alat yang menggunakan
prinsip dan proses penemuan saintifik yang baru ditemukan. Akan tetapi,
penemuan yang sangat lama seperti roda dapat disebut teknologi.
2. Pengertian Teknologi informasi dan
komunikasi
Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) sebagai bagiandari ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) secara umum
adalah semua yang teknologi berhubungan dengan pengambilan, pengumpulan
(akuisisi), pengolahan, penyimpanan, penyebaran, dan penyajian
informasi(Kementerian Negara Riset dan Teknologi, 2006: 6)
Teknologi informasi juga adalah suatu
teknologi yang digunakan untuk mengolah data termasuk memproses, mendapatkan,
menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan
informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat, dan tepat
waktu yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis,dan pemerintahan dan merupakan
informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan.
3. Pengertian TIK dalam bidang pendidikan
Pemanfaatan TIK dalam pendidikan di Indonesia telah
memiliki sejarah yang cukup panjang. Inisiatif menyelenggarakan siaran radio
pendidikan dan televisi pendidikan sebagai upaya melakukan penyebaran informasi
kesatuan-satuan pendidikan yang tersebar di seluruh nusantara, merupakan wujud
dari kesadaran untuk mengoptimalkan pendayagunaan teknologi dalam membantu
proses pendidikan masyarakat. Kelemahan utama siaran radio maupun televisi
pendidikan adalah tidak adanya interaksi imbal balik yang seketika. Siaran
bersifat searah, dari narasumber belajar atau fasilitator kepada
pembelajar. Introduksi komputer dengan kemampuannya mengolah dan menyajikan
tayangan multimedia (teks, grafis, gambar, suara, dan movie)
memberikan peluang baru untuk mengatasi kelemahan yang tidak dimiliki siaran
radio dan televisi.
Bila televisi hanya mampu memberikan
informasi searah (terlebih lebih bila materi tayangannya adalah materi hasil
rekaman), pembelajaran berbasis teknologi internet memberikan peluang
berinteraksi baik secara sinkron (real time) maupun asinkron (delayed).
Pembelajaran berbasis Internet memungkinkanterjadinya pembelajaran secara
sinkron dengan keunggulan utama bahwa pembelajar maupun fasilitator tidak harus
berada di satu tempat yang sama. Pemanfaatan teknologi videoconference yang
dijalankan berdasar teknologi Internet, memungkinkan pembelajar berada di mana
saja sepanjang terhubung ke jaringan komputer. Selain aplikasi puncak seperti
itu, beberapa peluang lain yang lebih sederhana dan lebih murah juga dapat
dikembangkan sejalan dengan kemajuan TIK.
4 Pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Komunikasi dalam
pendidikan.
Di gerbang milenium ketiga, peradaban
manusia telah maju begitu rupa. Banyak pencapaian yang telah diraih, mulai dari
yang sifatnya “nilai-nilai” (penghargaan atas kemanusiaan, kebebasan, hak atas
informasi, dan semacamnya) hingga ke penemuan berbagai artefak kebudayaan.
Jauh sebelum penghujung milenium kedua
tiba, revolusi teknologi informasi telah merambah ke segenap pelosok bumi.
Berbagai perangkat teknologi yang ditemukan telah menghadirkan definisi baru
tentang ruang dan waktu. Seiring dengan itu, berbagai proses sosial yang
berwujud transformasi terjadi di mana-mana. Istilah yang paling populer untuk
menjelaskan situasi ini adalah “globalisasi”. Secara sederhana, globalisasi
dapat dipahami sebagai sebuah proses sosial yang meruntuhkan batas-batas, sehingga
dunia menjelma sebagai sepetak kampung. Globalisasi bukan semata fenomena ekonomi, tetapi juga menyangkut
transformasi ruang dan waktu. Revolusi teknologi informasi dan massifnya
intensitas komunikasi tingkat global memungkinkan manusia sekarang ini untuk
melangsungkan model interaksi yang lambat laun berubah. Intensifikasi hubungan
tingkat dunia ini selanjutnya akan melahirkan pola-pola relasi baru dalam
bidang ekonomi, sosial, politik, komunikasi, pola perilaku sehari-hari, dan
termasuk relasi antar-individu.
Meminjam cara
penggambaran yang dibuat oleh Jean-Francois Lyotard, globalisasi dapat
digambarkan demikian: seorang pemuda kampung di pedalaman Madura sedang
mengobrol dengan saudaranya yang bekerja di sebuah hotel Amerika di Arab Saudi
dengan menggunakan telepon genggam produk Finlandia, simcard yang
dimodali oleh perusahaan Malaysia, dengan jasa piranti lunak buatan Australia.
Dia sedang memesan jam tangan Swiss, dan sedang dipertimbangkan apa akan
dikirim dengan jasa pengiriman perusahaan Belanda atau lewat tetangganya yang
akan pulang ke kampung halaman.
Riwayat
globalisasi sebagai efek lebih jauh dari berbagai produk teknologi dan sains
dapat ditelusuri jauh ke belakang. Adalah filsuf Inggris Francis Bacon
(1561-1626) yang mula-mula meneguhkan metodologi ilmiah yang menjadi motor
penggerak perkembangan sains, yakni dengan memperkenalkan metode (penalaran)
induktif. Dalam paham Bacon, arah kerja filsafat dibalik: daripada
mempersoalkan final causes (teleologi), filsafat sebaiknya
mulai menyibukkan diri dengan efficient causes(kausalitas). Dari
sini, eksprimentasi dan observasi kemudian didaulat sebagai ruh sains. Dan
filsafat pun kemudian diberi basis praktis untuk kehidupan sehari-hari,
sehingga dari situlah muncul diktum: knowledge is power (pengetahuan
adalah kekuasaan).
Sains atau pengetahuan ilmiah bekerja
dengan prinsip keterukuran. Cita-cita sains adalah kehendak untuk memegang
kendali kehidupan dengan lebih besar, atau, dalam bahasa Giddens, untuk
“membentuk sejarah menurut tujuan kita sendiri”. Dengan pencapaian sains dan
teknologi, dunia diharapkan dapat lebih stabil dan tertata. Akan tetapi,
kenyataannya, dunia yang hadir saat ini tak seperti yang diperkirakan oleh para
pemikir itu. Bukannya menjadi lebih terkendali, dunia saat ini tampaknya
menjadi tak terkontrol, menjadi dunia yang lari tunggang langgang (runaway
world). Proses globalisasi membentuk corak masyarakat yang penuh risiko.
Capaian-capaian ilmu pengetahuan dan teknologi manusia memang telah sanggup
mengantarkan manusia pada status ontologis keserbapastian (ontological
security). Namun, di sisi lain, berkat iptek pula, manusia dewasa ini
terjebak dalam situasi keserbatakpastian, yang merupakan konsekuensi logis yang
inheren dari sistem relasi yang diciptakan manusia sendiri (manufactured
uncertainties). Relasi manusia dengan alam dan lingkungan, dengan dukungan
teknologi industri yang eksploitatif, ternyata melahirkan efek-efek destruktif
seperti pemanasan bumi, perusakan lapisan ozon, polusi, dan semacamnya. Risiko
yang lahir dari pola-pola relasi itu tak syak lagi akan menjadi ancaman bagi
keberadaan hidup manusia itu sendiri.
Pembicaraan mengenai pemanfaatan
teknologi informasi dan komunikasi untuk kegiatan pembelajaran yang belakangan
ini marak dilakukan dalam konteks uraian di atas seperti dimaksudkan untuk
mengarahkan produk teknologi agar dapat dimanfaatkan dengan baik untuk
kepentingan pengembangan pendidikan. Maksudnya, pembicaraan tentang pemanfaatan
teknologi informasi untuk pembelajaran sebenarnya berlangsung di atas kesadaran
bahwa bagaimanapun fungsi produk teknologi itu dapat saja “lepas kendali” dan
justru bergerak di wilayah yang dipandang negatif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar